Banjarmasin, matarakyat.co.id – Malam itu, Sabtu (31/5/2025), langit Pekapuran B Laut seakan ikut bersedih. Puluhan warga berkumpul dalam suasana yang sarat haru.
Mereka tidak sedang merayakan pesta atau menyambut hari besar, melainkan menengadahkan tangan ke langit, melantunkan doa dengan suara bergetar dan mata yang basah semua demi satu harapan pembebasan Kakek Kahpi.
Kakek Kahpi, pria renta berusia 73 tahun, bukan sekadar warga biasa. Ia adalah sosok yang dihormati, panutan spiritual, dan pemimpin dalam setiap kegiatan keagamaan di kampungnya.
Namun kini, ia harus meringkuk di balik jeruji besi setelah Mahkamah Agung menjatuhkan vonis satu tahun penjara atas tuduhan penyerobotan tanah.
Ironi tak bisa lebih pahit. Tanah yang menjadi sengketa itu seluas 3,4 hektare di Jalan Gubernur Subardjo, Desa Kayu Bawang diklaim telah dikuasai turun temurun oleh keluarga Kahpi. Namun di tengah kaburnya status hukum perdata atas tanah tersebut, justru vonis pidana dijatuhkan kepadanya.
“Ini bukan hanya soal hukum. Ini soal keadilan dan kemanusiaan,” ungkap Muhammad Arsyad, tokoh masyarakat setempat, suaranya serak. “Kai Kahpi belum seharusnya ditahan. Peninjauan kembali (PK) masih berjalan. Kami mohon, beri dia ruang untuk bernapas.”
Di tengah kerumunan warga yang menyalakan lilin dan memanjatkan doa, suara Kakek Kahpi terdengar lirih, namun menghunjam kalbu.
“Ulun sudah tua… Tolong jangan ditahan… Anak cucu, buyut ulun menangis tiap malam. Ulun hanya ingin kembali ke rumah…,” katanya, dengan suara yang nyaris tenggelam oleh tangisnya sendiri.
Seruan ini menggema di antara dinding-dinding rumah warga. Mereka yang hadir malam itu bukan hanya menuntut keadilan bagi satu orang, tapi juga memperjuangkan harga diri dan warisan tanah leluhur yang mereka yakini sah dimiliki Kakek Kahpi.
Bagi warga Pekapuran B Laut, ini bukan sekadar perjuangan hukum ini adalah perlawanan terhadap rasa ketidakadilan yang mereka rasa menyesakkan dada. Dan malam itu, dalam dinginnya angin Banjarmasin, mereka hanya bisa berharap: agar keadilan tidak buta, dan agar Kakek Kahpi dapat kembali pulang bukan sebagai terdakwa, tapi sebagai pejuang yang dipulihkan martabatnya.