Batulicin,matarakyat.co.id – Di balik kilauan emas, tersembunyi derita yang tak terhingga. Tambang emas ilegal merajalela, meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat dan lingkungan. Namun, yang lebih menyedihkan adalah kesunyian aparat penegak hukum, seolah-olah mereka membiarkan kejahatan ini terus berlanjut.
Sungai-sungai yang jernih kini keruh, tanah yang subur menjadi tandus, dan udara yang segar dipenuhi asap beracun. Masyarakat hidup dalam ketakutan, takut akan dampak lingkungan yang semakin parah, takut akan kehilangan sumber daya alam, dan takut akan masa depan anak-anak mereka.
Di mana keadilan? Di mana hukum? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantui masyarakat Bumi Bersujud. Apakah kekuasaan dan uang telah membutakan mata aparat penegak hukum? Apakah mereka tidak melihat dampak kerusakan yang telah terjadi?
Di balik keindahan alamnya yang mempesona, Bumi Bersujud tersembunyi dalam duka yang mendalam. Alat-alat eksavator yang tak terhitung jumlahnya mencakar isi perut bumi, di duga menambang emas secara ilegal dengan tanpa belas kasihan. Kegiatan penambangan liar ini seperti terorganisir, berjalan tanpa henti, tanpa takut, dan tanpa sentuhan hukum.
Sungai-sungai yang dulu jernih, kini keruh bagaikan air kopi susu. Air yang pernah menjadi sumber kehidupan, kini tercemar oleh lumpur dan racun. Ikan-ikan yang dulu berenang dengan lincah, kini mengapung tak bernyawa. Alam yang pernah indah, kini menjadi saksi bisu atas keserakahan manusia.
Sementara, atas dugaan maraknya penambangan emas ilegal menggunakan robot raksasa pencakar isi perut bumi yang terjadi di Wilayah Bandara, di Pinggir Jalan Provinsi Lintas Batulicin Kandangan, KM 77 Desa Emil Baru Kecamatan Mantewe Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan pun menjadi sorotan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan.
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalsel, Raden Rafiq, menilai kegiatan dugaan penambangan emas menggunakan alat-alat besar adalah hal yang lumrah ketika berbicara tambang ilegal di Kalimantan Selatan.
“Ini bukan fenomena baru, melainkan pola berulang dari lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan,”katanya.
“Dugaan tambang emas ilegal di Tanah Bumbu hanyalah satu dari sekian banyak contoh bagaimana negara seolah abai terhadap praktik perampasan ruang hidup dan kerusakan lingkungan yang terjadi secara terang-terangan,” Tambahnya
“Kegiatan tambang semacam ini berjalan terbuka, bisa dilihat kasat mata, tetapi dibiarkan tanpa tindakan tegas. Pemerintah dan aparat penegak hukum semestinya lebih sigap dan berani menindak, bukan hanya terhadap pekerja di lapangan, tetapi juga aktor-aktor besar di balik aktivitas ilegal ini,”tegas Raden Rafiq.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dan memperkuat budaya impunitas di sektor tambang.
lebih memprihatinkan lagi, pada kondisi negara yang menumpuk hutang luar negeri dan efisiensi anggaran. POLRI justru mengusulkan kenaikan anggarannya menjadi sebesar Rp 145,6 triliun,”bebernya.
Ini menjadi potensi menambah krisis kepercayaan masyarakat terhadap alat keamanan negara sebuah institusi yang membebankan anggarannya dari pajak rakyat.
Sedangkan di tingkat tapak dugaan tindak pidana seperti pertambangan tanpa izin (PETI) atau ilegal menjadi kasus yang terus tumbuh masif dan semakin tampak.
“Ini bukan lagi tambang ilegal biasa, bisa dilihat dari armada alat berat yang digunakan. Ini sangat terang-terangan sekali. Kuat dugaan ini hanya kongkalikong cukong yang harus segera diinvestigasi lalu dipidanakan jika memang terbukti tidak berizin dan terdapat dugaan tindak kekerasan, intimidasi, teror serta premanisme terhadap warga yang menolak aktivitas tersebut,”tutupnya.
Sementara berdasarkan pantauan media di lapangan, Pada Minggu 19/10/2025 sore, Dugaan kegiatan penambangan emas ilegal masih terjadi dengan leluasa, terlihat beberapa unit alat berat dengan santainya menggali tanah di pinggir sungai tersebut.






