Martapura, matarakyat.co.id – Pertanyaan tentang apa yang paling berharga di dunia ini telah mengemuka sepanjang sejarah manusia. Seiring peradaban berkembang.
Dari perkampungan sederhana hingga peradaban megah, pertanyaan ini tetap hidup, menembus ruang-ruang istana hingga sudut-sudut pesantren. Meski zaman terus berubah, nilainya tak pernah pudar.
Sebagian orang menjawab: uang. Mereka percaya dengan uang, hampir segalanya bisa dibeli—kenyamanan, kekuasaan, bahkan pengaruh.
Sekretaris LDNU Kabupaten Banjar, M. Ali Syahbana mengatakan, namun kenyataan membuktikan, uang tidak selalu membawa kedamaian.
“Banyak orang kaya hidup dalam kegelisahan, merasa sepi meski dikelilingi banyak orang,” bebernya.
Yang lain menyebut: kekuasaan. Kekuasaan memang dapat menggenggam dunia. Tapi tanpa bimbingan akhlak dan adab, ia justru menjadi jalan menuju kehancuran.
Dalam pandangan spiritual, kekuasaan bukanlah kehormatan, melainkan amanah yang besar pertanggungjawabannya, terutama di hadapan Tuhan.
Ada pula yang menilai: waktu sebagai yang paling berharga. Waktu memang tidak bisa diputar kembali atau dibeli, namun ia hanya bermakna jika diisi dengan amal kebaikan. Jika disia-siakan, ia menjadi saksi bisu atas kelalaian.
Sementara itu, sebagian lainnya memilih kesehatan sebagai harta terbesar. Memang, kesehatan adalah anugerah tak ternilai. Namun sebagaimana hal duniawi lainnya, kesehatan juga bersifat sementara dan dapat hilang kapan saja.
Lalu, apa sesungguhnya yang paling berharga?
Dalam perspektif Islam—khususnya yang dijaga dalam tradisi Ahlussunnah wal Jamaah dan Nahdlatul Ulama—yang paling berharga di dunia ini adalah kebahagiaan. Tapi bukan sembarang kebahagiaan.
Yang dimaksud adalah kebahagiaan ruhani, yakni kebahagiaan yang lahir dari kedekatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kebahagiaan yang tak tergantung pada materi, keadaan, atau orang lain.
Kebahagiaan ini tumbuh dari rasa cukup, hati yang tenang dengan dzikir, jiwa yang ridha menerima takdir, serta hidup yang dijalani untuk keberkahan, bukan sekadar kesuksesan.
Kebahagiaan ruhani muncul dari iman, ilmu, dan amal yang ikhlas. Ia hadir saat seseorang tidak hanya mengenal Tuhannya, tetapi juga mencintai dan dicintai oleh-Nya. Kebahagiaan ini tak mudah goyah oleh cobaan, tak pudar oleh usia, dan tak hancur oleh dunia.
Inilah warisan terbesar para ulama: kebahagiaan hakiki yang berakar dari hubungan yang kuat dengan Sang Pencipta.
Melalui ilmu, keteladanan akhlak, dan doa yang tak putus, mereka mengajarkan bahwa dunia bukan tujuan akhir, melainkan jalan menuju perjumpaan dengan Tuhan.
Dan dalam perjumpaan itulah, letak nilai tertinggi yang sejati. Itulah hal yang paling berharga di dunia ini.
Penulis : M. Ali Syahbana Sekretaris LDNU Kabupaten Banjar
Sumber Berita : albanjari.com