Martapura, matarakyat.co.id – Desa Awang Bangkal Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, secara resmi ditetapkan sebagai Desa Anti Maladministrasi, dalam acara pencanangan yang digelar Kamis (31/7/2025).
Selain itu, 20 desa lainnya di wilayah Banjar turut diumumkan sebagai bagian dari program ini.
Penetapan tersebut ditandai dengan penandatanganan komitmen bersama antara Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, Hadi Rahman, dan Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, M. Syarifuddin.
Dalam sambutannya, Hadi Rahman menyebut pencanangan desa antimaladministrasi ini sebagai langkah strategis untuk meningkatkan mutu pelayanan publik di tingkat desa.
“Penetapan ini merupakan penguatan pelayanan publik di tingkat akar rumput. Masih banyak aduan masyarakat mengenai layanan desa—mulai dari keterlambatan hingga ketidakjelasan standar pelayanan,” ujar Hadi.
Ia mengungkapkan, sejak awal 2024, Ombudsman RI menerima lebih dari 10 ribu laporan masyarakat secara nasional. Banyak di antaranya berkaitan dengan layanan di desa, yang menunjukkan masih lemahnya sistem dan koordinasi di pemerintahan desa.
Hadi juga menyoroti tiga persoalan utama penyebab maladministrasi, yaitu belum maksimalnya standar pelayanan, lemahnya implementasi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, serta kurangnya sinergi antara desa dan instansi pemerintah daerah maupun pusat.
“Inisiatif Pemprov Kalsel ini merupakan yang pertama di Indonesia. Kami sangat mendukung gerakan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, M. Syarifuddin, menyampaikan apresiasinya atas komitmen peningkatan pelayanan publik di desa.
“Atas nama pemerintah provinsi, saya mengucapkan selamat kepada Desa Awang Bangkal Barat dan 20 desa lainnya. Semoga ini menjadi pemicu lahirnya layanan yang adil, berkualitas, dan bebas diskriminasi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa maladministrasi masih menjadi tantangan serius, termasuk di level desa, mulai dari layanan yang lamban, praktik pungli, hingga tidak transparannya informasi.
“Penetapan ini bukan sekadar simbolis, melainkan bagian dari gerakan bersama untuk menciptakan pemerintahan desa yang transparan, akuntabel, dan melayani,” lanjutnya.
Menurutnya, Pemprov Kalsel berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan melalui pelatihan aparat desa, pengawasan pengelolaan dana desa, serta memperkuat kemitraan dengan Ombudsman dan aparat penegak hukum.
Ia juga mengajak masyarakat untuk aktif menyuarakan dan melaporkan jika menemukan dugaan penyimpangan layanan publik.
“Jangan diam. Jangan takut. Perubahan hanya akan terjadi jika masyarakat berani terlibat,” tegasnya.
Saat ini, sudah ada 50 desa di Kalimantan Selatan yang menyandang status Desa Anti Maladministrasi, termasuk 30 desa terdahulu yang tersebar di beberapa kabupaten, seperti Kotabaru dan Balangan.