Kabupaten Banjar, matarakyat.co.id — Menjelang Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, masyarakat mulai memeriahkan lingkungan dengan berbagai atribut nasional.
Namun di antara semarak bendera Merah Putih, muncul fenomena unik: bendera bertema One Piece anime populer asal Jepang terlihat dikibarkan di sejumlah lokasi, tepat di bawah bendera negara.
Lambang bajak laut Topi Jerami itu tampak terpasang di halaman rumah, permukiman, hingga ruang publik.
Keberadaannya memicu beragam reaksi, khususnya di media sosial. Sebagian menyebutnya sebagai wujud kreativitas generasi muda, namun tak sedikit pula yang mempertanyakan kepatutannya di tengah momen kenegaraan yang sakral.
Pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkopolhukam mengimbau agar masyarakat fokus mengibarkan Merah Putih sepanjang bulan Agustus.
Meski tidak secara eksplisit melarang penggunaan simbol fiksi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 telah menetapkan bahwa simbol negara tidak boleh disamakan atau dikalahkan oleh lambang lainnya.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Kabupaten Banjar M. Ali Syahbana, sekaligus pemerhati sosial menyampaikan pandangan yang berimbang.
Menurutnya, pengibaran bendera One Piece di bawah Merah Putih menandakan bahwa masyarakat masih menghormati posisi bendera negara sebagai simbol tertinggi.
“Ini menjadi bukti bahwa masyarakat tetap mengenali mana yang harus dihormati. Namun fenomena ini juga menunjukkan bahwa ekspresi generasi muda semakin beragam dan perlu ditanggapi dengan edukasi, bukan semata reaksi keras,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa budaya populer telah menyatu dalam kehidupan anak muda sebagai medium berekspresi—baik untuk menyampaikan apresiasi, identitas, maupun pesan sosial.
Ali menekankan pentingnya pendekatan edukatif dibanding represif. Jika niatnya bukan untuk menyaingi Merah Putih, maka langkah terbaik adalah membangun kesadaran melalui dialog dan literasi simbol kebangsaan.
“Kemerdekaan bukan hanya soal upacara, tapi juga pemahaman akan nilai-nilai simbolik. Anak muda harus didukung untuk kreatif, asalkan tetap dalam bingkai nasionalisme,” ucapnya.
Sementara itu, organisasi seperti Badan Siber Ansor menilai bahwa penggunaan lambang fiksi seperti One Piece masih bisa diterima, selama tidak menggantikan posisi atau kedudukan bendera negara dan tetap mengikuti norma yang berlaku.
Bagi Ali, kemunculan simbol-simbol budaya populer ini mencerminkan perubahan zaman yang menuntut adaptasi dari masyarakat dan pemerintah.
“Ekspresi publik tetap perlu ruang, namun harus diiringi dengan kesadaran akan jati diri bangsa,” pungkasnya.