Tanah Bumbu,matarakyat.co.id – Kabar menyenangkan datang dari Perusahaan Jasa Angkutan Laut PT IMC Pelita Logistik Tbk.
Pasalnya, perusahaan itu secara resmi memenangkan perkara arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) melawan PT Sentosa Laju Energy (SLE) pimpinan Tan Paulin, atau yang akrab disapa Ratu Batubara Kalimantan Timur.
Adapun kasus arbitrase ini terkait Perjanjian Alihmuat Batubara antara IMC dengan SLE yang ditandatangani pada 1 September 2022.
Vonis kekalahan SLE ini dikeluarkan oleh BANI dan salinan putusannya diterima oleh IMC pada 27 September 2024. Dalam putusan tersebut, Majelis Arbiter BANI memutuskan beberapa hal penting, yakni, Perjanjian Alihmuat Batubara dinyatakan sah dan mengikat kedua belah pihak serta putusan ini bersifat final dan mengikat.
BANI juga menyatakan SLE telah melakukan wanprestasi karena gagal menjalankan kewajiban penjadwalan setelah 7 Maret 2023 hingga berakhirnya perjanjian.
Selain itu, SLE juga dinyatakan wanprestasi dalam hal kewajiban pembayaran tagihan dan karenanya wajib membayarkan kerugian materiil yang dialami IMC sebesar Rp1,68 miliar. Serta, SLE diwajibkan membayar bunga moratorium kepada IMC sebesar Rp73 juta.
Adapun permohonan ganti rugi, uang paksa, dan sita jaminan yang diajukan oleh SLE dalam perkara yang sama ditolak sepenuhnya oleh Majelis Arbiter. IMC sendiri dalam Keterbukaan Informasinya menyatakan bahwa bahwa putusan ini tidak berdampak pada kegiatan operasional atau kelangsungan usaha perusahaan.
Keluarnya keputusan Arbitrase dari BANI yang memenangkan IMC ini sendiri mengukuhkan bahwa kasus alih muat batu bara ini berada di ranah yang tepat yakni kasus perdata, dan bukan pidana.
Hal ini penting, karena gugatan pidana untuk perjanjian yang sama, kontrak alih muat batu bara antara SLE dengan IMC ini juga tengah berjalan di Pengadilan Negeri Batulicin, Kalimantan Selatan.
Dalam gugatan pidana ini, SLE sebagai penggugat, menggugat dua mantan direktur dan seorang mantan manajer IMC berdasarkan pasal 404 ayat 1 KUHP.
Dakwaan pidana ini juga terkesan ‘dipaksakan’ mengingat kontrak tersebut merupakan kontrak bisnis alih muat sedangkan dakwaan pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah.
Singkat cerita, setelah SLE kemudian melaporkan pihak IMC ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, kemudian berujung pada penetapan tersangka dan disidangkan di PN Batulicin.
“Padahal, dalam perjanjian juga tertulis, bahwa jika terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia,” ujar Kuasa Hukum Mantan Direksi IMC, Sabri Noor Herman, Jumat (4/10/2024).
Perkembangan sidang pidana kasus alihmuat batu bara ini sendiri telah memasuki tahap akhir. Jaksa Penuntut Umum di PN Batulicin pada 20 Agustus 2024 menuntut para terdakwa dengan hukuman satu tahun penjara serta menuntut agar Kapal FC Ben Glory yang telah disita oleh pengadilan turut dirampas dan diberikan sebagai ganti rugi kepada korbannya.
Meski demikian, Sabri dalam nota pembelaannya yang dibacakan pada 12 September 2024 lalu mementahkan tuntutan jaksa.
“Karena tidak ada satupun unsur tindak pidana dalam Pasal 404 ayat (1) ke-1 KUHP yang terpenuhi dalam kasus ini. Serta, tidak ada satupun bukti yang menunjukan bahwa PT SLE memiliki hak gadai, hak menahan, hak pungut hasil, maupun hak pakai atas FC Ben Glory. Sementara kapal FC Ben Glory adalah milik PT IMC dan bukan milik para terdakwa yang hanya merupakan profesional di perusahaan,” ujarnya.
“Selain itu, tidak ada fakta hukum yang membuktikan bahwa kapal tersebut diperoleh dari tindak kejahatan atau digunakan untuk kejahatan. Karena itu kami meminta agar para terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan kapal FC Ben Glory dikembalikan kepada IMC, selaku pemilik sahnya”tutupnya.